Selasa, 07 Desember 2010

SISTEM EVALUASI DI SLB

Karya tulis ini Abah sajikan sebagai sebagai bahan pertimbangan,a atau acuan, atau refernsi, atau apa pun namanya. Yang penting semoga bisa memberikan manfaat baik kepada guru, calon guru atau mahasiswa, khsusnya rekan-rekan yang mengajar di SLB. Abah tidak bermaksud menggurui atau mendikte, ini sekedar sharing ide dan pikiran. Abah yakin, reken-rekan sudah paham juga akan isi karya tulis ini. SELAMAT ULANG TAHUN GURUKU!



Karya tulis ini memang disusun penulis awalnya sebagai pelengkap tugas mata kuliah Sistem Manajemen Pendidikan dari Prof. Suherli. Tapi rasa-rasanya akan bermanfaat bila dishare dengan rekan-rekan. Tulisan ini Abah sajikan secara lengkap dalam dua posting. Yuk kita ambil manfaat dari tulisan ini.


Dedi Supriadi Idris

SLB
MANAJEMEN SISTEM EVALUASI

.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh Swt. karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Manajemen Sistem Evaluasi Sekolah Luar Biasa ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Kebijakan Sistem Pendidikan Nasional. Sesuai dengan judulnya, makalah ini berisi tentang apa, mengapa, dan bagaimana evaluasi berbasis kompetensi dilaksanakan di sekolah luar biasa yang memiliki keunikan yang sangat beragam antarindividu peserta didiknya. Makalah ini memberikan wawasan bahwa sekolah luar biasa tidak bisa disamakan dengan sekolah-sekolah umum lainnya, baik sarana, kurikulum, evaluasi, tenaga pendidik dan sebagainya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada yang terhormat Bapak Dr. H. Suherli, M.Pd. sebagai dosen mata kuliah yang bersangkutan, yang telah memberikan bekal dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap, semoga makalah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan dan membantu memperlancar studi penulis.

Tasikmalaya, Juni 2008
                                                                                     Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………                     i
DATAR ISI ………………………………………………                     ii
I. PENDAHULUAN ..........................................................                     1
II. ANALISIS MODEL PENILAIAN BERBASIS
     KOMPETENSI ............................................................                       4
     A. Analisis Lingkungan Internal (ALI) .......................                        4
     B. Analisis Lingkungan Eksternal (ALE) ....................                        5
III. KEBIJAKAN SISTEM PENILAIAN ........................                      8
IV. SISTEM PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI ..                    11
     A. Pengertian Penilaian Berbasis Kompetensi .............                       11
     B. Manfaat Penilaian Berbasis Kompetensi .................                       12
     C. Fungsi Penilaian Berbasis Kompetensi ....................                      13
     D. Prinsip Penilaian Berbasis Kompetensi ...................                       14
     E. Karakteristik Penilaian Berbasis Kompetensi ..........                       16
     F. Pembobotan dan KKM .............................................                     17
     G. Teknik Penilaian ......................................................                       17
V. PERENCANAAN PENILAIAN BERBASIS
     KOMPETENSI .............................................................                     38
VI KESIMPULAN ............................................................                     41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................                     42

1. PENDAHULUAN

Negeri Indonesia merupakan salah satu negeri yang luas dengan jumlah penduduk yang banyak dan terdiri atas berbagai suku bangsa dan berbagai ragam lainnya baik di lihat dari segi sosial, ekonomi maupun budaya. Dilihat dari segi kemampuan, penduduknya bervariasi, baik kemampuan fisik, emosional maupun intelektual dan mentalnya. Meskipun demikian, sebagai salah satu risiko bangsa yang beragam itu harus mendapat kesempatan yang merata dan adil dalam pendidikan. Artinya, semua bangsa dengan berbagai ragam dan variasinya harus mendapat kesempatan belajar yang sama. Hal ini merupakan pengejawantahan amanat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah semakin dipertegas oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20, Tahun 2003, pasal 1 ayat 1.
Di antara berbagai ragam penduduk tersebut salah satunya adalah masyarakat yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau potensi kecerdasan yang istimewa. Tidak terkecuali, masyarakat golongan ini pun harus mendapat kesempatan belajar yang sama dengan masyarakat lainnya. Salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan permasalahan tersebut adalah menyelenggarakan pendidikan khusus, yang dalam kurikulum sebelumnya lebih dikenal dengan pendidikan luar biasa. Hal ini tersurat dalam Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003, pasala 32, ayat 1, yakni pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pendidikan khusus (baca: pendidikan luar biasa), mempunyai peserta didik yang beragam baik secara fisik, emosional, mental maupun sosial. Mereka memiliki keunikan. Keunikan peserta didik pada pendidikan khusus ini memberikan konsekuensi baik pada kurikulum, silabus, proses pembelajaran, penilaian, tenaga pendidik maupun implementasinya. Untuk hal-hal tertentu, pada pendidikan khusus tidak bisa diselenggarakan secara klasikal dalam kelompok yang besar. Contoh dalam proses pembelajaran dan penilaian tidaklah mungkin untuk dilaksanakan secara seragam dan dalam kelompok yang besar. Pada kelompok pendidikan khusus, meskipun siswanya sedikit mereka memiliki keberagaman yang signifikan satu dengan yang lainnya. Hal ini diakibatkan oleh beragamnya kelainan fisik, mental, emosional, dan intelektualnya. Sangatlah tidak adil jika keberadaan mereka itu dberi pelayanan dan perlakuan yang sama dalam proses pembelajaran dan penilaiannya. Keadaan ini menuntut pelayanan pada pendidikan khusus mengarah pada pelayanan individual. Hal ini sebenarnya sesuai dengan pendekatan KTSP yang berbasis pada kemampuan individual.
Dalam implementasinya, KTSP dirancang, dilaksanakan, dan dinilai oleh sekolah sendiri.Oleh karena itu, penilaian - khusus untuk pendidikan khusus merupakan bagian dari KTSP. Penilaian dalam pendidikan khusus tidak bisa dibandingkan dengan anggota antarkelompok tetapi harus dibandingkan dengan kemajuan yang diperoleh oleh siswa itu sendiri. Kriteria penilaiannya harus dirancang berdasarkan kompetensi yang hendak dicapai oleh setiap siswa bukan oleh seluruh siswa.
Meskipun demikian, pada beberapa hal tertentu penilaian kelompok bisa dan harus dilaksanakan. Tetapi penilaian kelompok ini tidak bisa terlepas dari pengembangan kompetensi individu. Penilaian kelompok menjadi bagian dari penilaian individu. Hal ini harus dilakukan pada kompetensi kerja sama, toleransi, diskusi, dan sebagaiinya. Karena itu, sistem penilaian yang diterapkan dalam KTSP saat ini untuk pendidikan khusus adalah penilaian berbasis kompetensi.
Karena penilaian merupakan bagian dari kurikulum maka dalam makalah ini penulis mencoba bagaimana memanaj sistem penilaian pada pendidikan khusus dengan tujuan:
1.      untuk memberikan pemahaman bagaimana penilaian pada pendidikan khusus yang lebih tepat;
2.      sebagai rambu-rambu, pola kerja, dan prosedur penilaian pada pendidikan khsus;
3.      untuk memberikan gambaran tentang teknik-teknik penilaian yang dapat diterapkan pada pendidikan khusus.

 
II. ANALISIS MODEL PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI
Pada bagian ini penulis mengalisis keberadaan Penilaian Berbasis Kompetensi bagi pendidikan khusus baik secara internal maupun eksternal.

A.    Analisis Lingkungan Internal (ALI)
Program Penilaian pada Pendidikan Khusus menganut pendekatan kompetensi. Sistem penilaian ini harus memperhatikan keberhasilan pada masa yang akan datang. Untuk itu diperlukan adanya analisis terhadap lingkungan internal dengan cara mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki pada sistem penilaian ini.

  1. Kekuatan (Strength)
a.       Sistem penilaian berbasis kompetensi pada pendidikan khusus dinaungi oleh UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 serta PP Nomor 19 Tahun 2005;
b.      Sistem penilaian berbasis kompetensi pada pendidikan khusus memiliki Panduan Umum;
c.       Adanya dukungan dari guru, pengawas, dan orang tua siswa, serta pemerintah terhadap penilaian berbasis kompetensi pada pendidikan khusus.

  1. Kelemahan (Weakness)
a.       Sebagain guru di SLB memiliki kinerja yang kurang optimal dan profesional. Hal ini terlihat dari adanya guru yang bukan berasal dari jurusan pendidikan khusus.
b.      Sistem penilaian berbasis kompetensi pada jalur pendidikan khusus sangat beragam. Hal ini terjadi karena beragamnya tingkat intelektual, emosional, dan sosial peserta didik.
c.       Dukungan pemerintah dan masyarakat yang belum terealisasi sepenuhnya. Hal ini terlihat dari kurangnya perhatian dan partisipasi pemerintah dan masyarakat terhadap keberadaan jalur pendidikan khusus.

B.     Analisis Lingkungan Eksternal (ALE)
Selain melakukan analisis terhadap lingkungan internal, tidak kalah pentingnya menganalisis lingkungan eksternal sehingga akan diketahui faktor peluang dan ancaman terhadap terlaksananya sistem penilaian berbasis kompetensi pada jalur pendidikan khusus.

  1. Peluang (Opportunity)
a.       Kebijakan otonomi daerah menimbulkan persaingan antardaerah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini berpeluang untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan pada jalur pendidikan khusus termasuk kurikulum dan sistem penilaiannya di tiap daerah.
b.      Masih banyaknya sekolah pada jalur pendidikan khusus yang belum memahami betul bagaimana melaksanakan penilaian terhadap peserta didiknya. Hal ini bisa dijadikan peluang untuk lebih mengembangkan sistem penilaian berbasis komptensi pada jalur pendidikan khusus.
c.       Adanya diklat atau penataran-penataran bagi guru yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun oleh swasta. Hal ini bisa dijadikan peluang untuk meningkatkan kinerja guru baik dalam proses pembelajaran maupun dalam melaksanakan penilaian kelas.

  1. Tantangan (Threat)
a.       Pemerintah pusat kurang serius memperhatikan pendidikan. Hal ini terlihat dari ketidaksanggupan pemerintah pusat melaksanakan amanat Pasal 49, Ayat 1 UU Sisdiknas, Nomor 20 Tahun 2003, tentang dana minimal yang harus dialokasikan pemerintah untuk pendidikan yakni 20 %. Hal ini akan sangat menghambat peningkatan kualitas pendidikan pada jalur pendidikan khusus. Pendidikan khusus memerlukan biaya yang tidak bisa disamakan dengan jalur pendidikan umum lainnya. Hal ini akan berakibat terhadap keberhasilan sistem penilaian berbasis kompetensi pada jalur pendidikan khusus.
b.      Adanya perbedaan kesiapan pemerintah daerah dalam menyediakan sumber daya manusia pendidikan pada jalur pendidikan khusus. Hal ini berakibat pada pelaksanaan sistem penilaian berbasis kompetensi pada jalur pendidikan khusus



























III. KEBIJAKAN SISTEM PENILAIAN

Kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan pelaksanaan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi pada Jalur Pendidikan Khusus, antara lain:
1.      Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1, Ayat 1 yang berbunyi: Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
     Hal ini mengandung konsekuensi bahwa setiap lapisan masyarakat Indonesia harus diberi kesempatan secara adil dan merata untuk belajar, termasuk di dalamnya masyarakat Indonesia yang memiliki kelainan.
2.      Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 32, Ayat 1 yang berbunyi: Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kalianan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
     Pendidikan khusus memiliki peserta didik yang memiliki keragaman dan keunikan baik fisik, mental, emosional maupun sosialnya. Hal ini menuntut adanya keunikan dalam memberikan pelayanan kepada mereka. Pada jalur pendidikan khusus tidak bisa pendekatan pembelajaran dan penilaian diseragamkan. Penyeragaman pembelajaran dan penilaian akan mengakibatkan terjadinya pemaksaan yang dapat menimbulkan penderitaan fisik bagi peserta didiknya.
3.      Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, Pasal 12, Ayat 1 yang berbunyi: Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
     Hal ini mengandung konsekuensi bahwa keadaan siswa yang unik dan beragam pada jalur pendidikan khusus menghendaki pelayanan yang harus disesuaikan dengan bakat, minat, dan kemampuan peserta didiknya. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran dan penilaiannya harus menganut pendekatan individual.
4.      Bab X Standar Penilaian Pendidikan, Bagian Kesatu Umum, Pasal 63, menyatakan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a) penilaian hasil belajar oleh pendidik,                   
b) penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan
c) penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Selain itu pada pasal 64 ayat 1 dinyatakan bahwa  penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 Ayat 1 butir a, dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
5.      Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 22, Ayat 1, 2, dan 3. Pasal ini menyiratkan bahwa penilaian harus dilakukan dengan berbagai cara yang memungkinkan guru untuk dapat mengetahui sejauh mana program yang dilaksanakan guru mencapai efek kemajuan kepada peserta didik pendidikan khusus.
                  Pendidikan khusus yang memiliki prinsip fleksibilitas materi, metode, penilaian, dan karakteristik tersendiri, meletakkan ulangan kenaikan kelas pada konteks pendidikan reguler tanpa meninggalkan karakteristik khusunya.


 













IV. SISTEM PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI

A.    Penilaian Berbasis Kompetensi
Sebelum penulis uraikan pengertian penilaian berbasis kompetensi, penulis kutip beberapa pengertian mengenai penilaian itu sendiri. Penilaian berasal dari kata evaluation. Mengevaluasi artinya menilai atau memberi penilaian, perkiraan, Pengertian mengukur, mengadili, mengkaji ulang untuk mengetahui berhasil/baik tidaknya, membuat pertimbangan, hasil pemikiran.
 Evaluation bisa juga diartikan sebagai membuat perkiraan tentang sesuatu berdasarkan pemahaman pada suatu situasi. Penilaian dari suatu kegiatan hendaknya dilakukan secara adil (BSNP, 2007: 5) Sementara itu kompetensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan memenuhi standar (BSNP, 2007: 5).
Penilaian pada dasarnya merupakan suatu proses pembuatan pertimbangan terhadap sesuatu hal. Penilaian terdiri atas tiga komponen, yaitu pengumpulan informasi, pembuatan pertimbangan, dan pembuatan keputusan. Lebih jauh kompetensi diartikan sebagai suatu kecakapan, kemampuan, dan ketangkasan yang dimiliki peserta didik yang diejawantahkan dalam bentuk perbuatan dan kinerja (BSNP, 2007: 6).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa penilaian berbasis kompetensi merupakan suatu proses membuat perkiraan dan mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran dengan melihat pada kecakapan siswa dalam mengaplikasikan hasil pembelajarannya. Dari hasil pengkuran dan pertimbangan tersebut akhirnya diambil keputusan apakah peserta didik sudah menguasai kompetensi yang ditentukan sesuai dengan standar kompetensi secara nasiona atau belum.

B.     Manfaat Penilaian Berbasis Kompetensi
BSNP telah memberikan pedoman untuk melaksanakan penilaian pada jalur pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang dimaksud terdiri atas tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Dalam pedoman tersebut dijelaskan bahwa manfaat penilaian berbasis kompetensi pada pendidikan khusus sebagai berikut:
  1. Memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya dalam proses pencapaian kompetensinya.
  2. Memantau kemajuan dan perkembangan yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan atau remedial.
  3. Memberikan umpan balik kepada guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, proses pembelajaran, dan sumber belajar yang digunakan.
  4. Sebagai masukan bagi kepala sekolah dan guru dalam merancang kegiatan pembelajaran sehingga peserta didik dapat mencapai kompetensinya dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan.
  5. Memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan sehingga partisipasi orang tua dan komite sekolah semakin meningkat.
(BSNP, 2007: 8).

C.    Fungsi Penlaian Berbasis Kompetensi
Penilaian Berbasis Kompetensi memiliki fungsi sebagai berikut:
  1. Menggambarkan sampai sejauh mana peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.
  2. Mengevaluasi hasil belajar siswa dalam rangka membantu siswa memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya baik untuk pemilihan program maupun pengembangan kepribadian.
  3. Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik sebagai alat diagnosis yang membantu guru menentukan apakah peserta didik perlu mengikuti pengayaan atau remedial.
(BSNP, 2007: 9).


D.    Prinsip Penilaian Berbasis Kompetensi
Penilaian merupakan alat ukur pencapaian hasil belajar. Sebagai alat ukur tentu saja harus memiliki kriteria sebagai prinsipnya. Adapun kriteria penilaian berbasis kompetensi adalah sebagaui berikut:
  1. Valid
Valid artinya bahwa penilaian harus benar-benar tepat mengukur apa yang seharusnya diukur dengan alat pengukuran yang tepat pula. Karena itu, isi penilaian harus mencakup seluruh kompetensi secara proporsional. Sebagai contoh, pelajaran IPA untuk tunanetra dengan kompetensi kemampuan bereksperimen. Penilaian dikatakan valid jika benar-benar mengukur kompetensi tersebut dengan alat ukur yang sesuai dengan kemampuan peserta didik yang tunanetra. Alat tersebut harus terstandar untuk tunanetra.

  1. Reliabel
Reliabel, ajeg, konsisten, artinya hasil penilaian cenderung sama jika suatu tes dilaksanakan oleh pihak lain dalam kondisi yang relatif sama.

  1. Terfokus pada kompetensi
Hal ini mengandung arti bahwa penilaian yang dilakukan harus terfokus pada pencapaian kompetensi siswa, bukan pada pengetahuannya.. Kompetensi tersebut dinilai dengan cara membandingkan sebelum dan sesudah proses pembelajaran.
  1. Komprehensif
Komprehensif berarti penilaian harus menyeluruh dengan menggunakan berbagai cara dan alat agar keberagaman kompetensi siswa semuanya dapat diukur sehingga tergambarkan profil kemampuan peserta didik. Dalam hal ini, kreativitas siswa dalam menggunakan alat uji termasuk ke dalam kriteria penilaian.

  1. Objektif
Objektif artinya penilaian yang dilakukan harus adil, jujur, dan tegas. Adil terhadap seluruh peserta didik, sesuai dengan tingkat kekhususan yang dimilikinya. Kriteria penilaiannya dapat dimusyawarahkan oleh para guru mata pelajaran.

  1. Mendidik
Mendidik artinya penilaian harus bersifat memperbaiki proses pembelajaran bagi guru dan meningkatkan kualitas berpikir ilmiah dan berperilaku peserta didik. Hasil penilaian harus dirasakan sebagai penghargaan atas upaya peserta didik sehingga dapat memotivasi mereka dalam belajar.
(BSNP, 2007: 14)



E.     Karakteristik Penilaian
Karateristik penilaian pada jalur pendidikan khusus harus disesuaikan dengan karakteristik pendidikan khusus itu sendiri. BSNP ( 2007: 14) sudah mengemukakan berbagai karakteristik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam melaksanakan penilaian bagi pendidikan khusus sebagai berikut.
  1. Anak tunagrahita harus dikelompokkan sehomogen mungkin untuk memudahkan pelaksanaan pembelajaran dan penilaian.
  2. Kenaikan kelas pada pendidikan khusus berdasarkan pada hasil evaluasi kemampuan yang disesuaikan dengan tuntutan kurikulum. Untuk anak tuna A, B, dan D yang tidak disertai kekhususan lainnya. Selain itu, kenaikan harus berdasarkan pada usia berkelanjutan. Artinya, kenaikan kelas secara otomatis untuk peserta didik yang memiliki keterbatasan kemampuan sesuai dengan usianya.
  3. Penerimaan peserta didik baru berlangsung selama masa tahun ajaran. Artinya, kapan saja peserta didik ingin menjadi siswa harus dilayani sesuai dengan kebutuhan peserta didik itu sendiri.
  4. Kurikulum pendidikan khusus bersifat fleksibel dalam waktu, materi, dan penilaiannya karena peserta didik memiliki kekhususan yang berbeda-beda. Kurikulumlah yang harus menyesuaikan diri pada kemampuan peserta didik.
  5. Laporan hasil evaluasi kepada orang tua disajikan secara kualitatif dan kuantitatif agar orang tua mengetahui dengan jelas kemampuan yang sudah dicapai anak-anaknya.
  6. Anak yang kemampuan akademiknya kurang tidak perlu mengikuti Ujian Akhir Nasional (UAN), cukup mengikuti Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan berhak mendapatkan Surat Keterangan Tamat Belajar (SKTB). Bagi yang mampu mengikuti UAN dan lulus, mereka berhak mendapat Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).
  7. Program penilaian harus menggunakan program satuan kredit semester (SKS).


F.     Pembobotan dan KKM
Sebelum dilaksanakan penilaian, guru harus melakukan pembobotan secara proporsional agar memberikan hasil yang adil dan benar sesuai dengan derajat kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki peserta didik. Karena pendidikan khusus memiliki keragaman keterbatasan intelektual, mental, emosional, dan fisik maka pembobotan harus dilakukan berdasarkan kriteria kemampuan individual peserta didik. Sedangkan untuk menentukan batas keberhasilan harus ditetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM dapat dilakukan di sekolah masing-masing sesuai dengan hasil musyawarah guru mata pelajaran yang sama dan sejenis. KKM ini harus ditinjau ulang secara berkala.

G.    Teknik Penilaian
Sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2005, bahwa penilaian pada pendidikan khusus harus dilakukan dengan berbagai cara dan alat agar penilaian benar-benar memenuhi kriteria. Berikut penulis kemukakan berbagai teknik yang dapat dilakukan dalam penilaian pada jalur pendidikan khusus.

1.      Penilaian Unjuk Kerja

Penilaian ini bertujuan untuk mengukur kemampuan psikomotor peserta didik. Untuk pendidikan khusus, tentu saja penilaian ini harus selektif dan sesuai benar dengan kekhususan yang dimiliki peserta didik. Misalnya untuk kompetensi dasar mengidentifikasi. Mengidentifikasi bagi peserta didik yang tunarungu harus dibedakan dengan siswa yang tunanetra, atau tunagrahita karena mereka memiliki kekhususan yang sangat berbeda.
Berikut penulis sajikan contoh format penilaian unjuk kerja untuk mata pelajaran olahraga.










1.      Nama Siswa          : Budi Santoso
Jenjang                  : SDLB
Kelas                     : Persiapan 1
Kekhususan           : Tunanetra

No.
Indokator
Skala
1 - 10
Bobot untuk Tunanetra
Skor Nyata
Skor Maksimal
Keterangan
a
b
c
d
e
f
g
1.
Bertepuk tangan

1

10

2.
Berjalan di tempat

1

10

3.
Melangkah

2

20

4.
Mundur

3

30

5.
Berjalan ke depan

2

20

6.
Berjalan mundur

4

40

7.
Berjalan jinjit

4

40


Total skor



170




2.      Nama Siswa          : Rudiyanto
Jenjang                  : SMALB
Kelas                     : X
Kekhususan           : Tunanetra

No.
Indokator
Skala
1 - 10
Bobot untuk Tunanetra
Skor Nyata
Skor Maksimal
Keterangan
a
b
c
d
e
f
g
1.
Berguling

1

10

2.
Kayang

4

40

3.
Sikap lilin

2

20

4.
Guling lenting

4

40

5.
Berdiri dengan kepala

3

30

6.
Verdiri dengan kedua telapak tangan

4

40

7.
Melakukan rangkaian gerakan senam

4

40


Total skor



190



3.   Nama Siswa          : Rumiyati
Jenjang                  : SMALB
Kelas                     : X
Kekhususan           : Tunarungu

No.
Indokator
Skala
1 - 10
Bobot untuk Tunanetra
Skor Nyata
Skor Maksimal
Keterangan
a
b
c
d
e
f
g
1.
Menerapkan konsep dasar senam lantai

4

40

2.
Melakukan guling

1

10

3.
Handspring

3

30

4.
Neckspring

4

40

5.
Hedspring

3

30

6.
Meroda

4

40

7.
Melakukan gerakan rangkaian senam

3

40


Total skor



220



2    Nama Siswa          : Ruli
Jenjang                  : SMALB
Kelas                     : X
Kekhususan           : Tunagrahita ringan

No.
Indokator
Skala
1 - 10
Bobot untuk Tunanetra
Skor Nyata
Skor Maksimal
Keterangan
a
b
c
d
e
f
g
1.
Berguling

2

20

2.
Kayang

4

40

3.
Sikap lilin

4

40

4.
Guling lenting

4

40

5.
Berdiri dengan kepala

4

40

6.
Verdiri dengan kedua telapak tangan

4

40

7.
Melakukan rangkaian gerakan senam

4

40


Total skor



260



2. Penilaian Sikap
Penilaian sikap dapat dilakukan dengan tiga cara:
a.       Observasi perilaku
b.      Pertanyaan langsung
c.       Laporan pribadi
Berikut penulis sajikan format penilaian ketiga teknik di atas.

1)      Observasi perilaku

Nama                     :                                                           Jenjang                  :
Kelas                     :                                                           Mata Pelajaran      :
Jenis Kekhususan :                                                           Kompetensi Dasar :
No
Perilaku
Indikator
Skala
Bobot Kekhususan
Skor Nyata
Skor Maksimal
1
2
3
4
5
A
B
C
D
A
B
C
D
A
B
C
D
1



















2



















3



















...




















Skor Total


















Keterangan:
A: Tunanetra
B: Tunarungu
C: Tunagrahita Ringan
D: Tunadaksa Ringan



Format ini dapat digunakan juga untuk teknik pertanyaan langsung. Teknik ini dgunakan bila guru merasa kurang puas dengan hasil observasi sehingga guru bertanya secara langsung kepada peserta didik mengenai informasi perilakunya.


 











2)      Laporan Pribadi

Nama Siswa          :
Jenjang      :
Kelas                     :
Mata Pelajaran:
Jenis Kekhususan:
Kompetensi Dasar
No.
Indikator
Aspek Sikap yang Diharapkan Muncul
Bobot untuk Setiap Aspek Indikator
Frekunsi Pemunculan dalam Pembelajaran
Skor Nyata
Skor Maksimal
1x
2 x
3 x
4 x
5 x
1










2










3










4










5










6










Total Skor




3) Penilaian Tertulis
Ada tiga jenis penilaian tertulis yang bisa digunakan, yakni soal memilih jawaban ”ya” dan ”tidak”, menjodohkan, dan mensuplai jawaban. Berikut penulis sajikan format untuk ketiga jenis soal tersebut.

  1. Memilih Jawaban ”Ya” dan ”Tidak”

No. Soal
Soal
Jawaban
Bobot
Skor Maksimal
Skor Nyata
Ketuntasan
Ya
Tidak
Tuntas
Tidak










































































2. Menjodohkan

Nomor Soal
Pernyataan Soal
Alternatif Jawaban
Bobot
Skor
Nilai





























































  1. Mensuplai Jawaban/Uraian

Nomor Soal
Soal
Kunci Jawaban
Bobot
Skor
Nilai























































3. Penilaian Proyek
Penilaian proyek bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana peserta didik sudah menguasai dan mengembangkan pengetahuan yang diperolehnya dengan pengetahuan lainnya. Penilaian ini harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan harus menggambarkan aplikasi kompetensi peserta didik secara menyeluruh dan utuh. Penilaian harus benar-benar mempertimbangkan aspek-aspek yang benar-benar perlu diukur dan sesuai dengan jenis kekhususan peserta didik. Kemampuan yang diukur disesuaikan dengan jenis kekhususannya. Perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil evaluasi harus disepakati antara guru dan peserta didik, meliputi kapan, di mana, dan bagimana pelaksanaannya. Berikut penulis sajikan format penilaian proyek.


No.
Kegiatan
Indikator
Bobot untuk
Frekuensi
Skor
Skor Maksimal
A
B
C
D
A
B
C
D
A
B
C
D
A
B
C
D
1
Perencanaan
1.
















2.
















3.
















4.

































2
Pelaksanaan
1.
















2.
















3.
















4.
















5.
















6.
















7.
















3
Pelaporan
1.
















2.
















3.
















4.
















5.
















Total Skor

















3.      Penilaian Produk
Penilaian produk dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan holistik dan pendekatan analitik. Pendekatan holistik memokuskan penilaian pada kesan akhir suatu produk peserta didik. Dengan pendekatan ini, guru tidak menilai bagaimana proses pembuatan produk itu berlangsung. Kriteria penilaian dengan pendekatan ini harus disampaikan sebelumnya kepada peserta didik. Sedangkan pendekatan analitik, guru tidak hanya menilai akhir suatu produk tetapi prosesnya pun dinilai. Penilaian prosesnya bisa berlangsung dengan cara pengamatan langsung atau dengan meminta peserta menceritakan secara detil bagaimana produk itu dibuat. Dengan pendekatan ini, guru menelusuri apa, mengapa, dan bagaimana produk itu dibuat. Berikut penulis sajikan format penilaian dari kedua pendekatan tersebut.


  1. Pendekatan holistik

Nama Siswa                         :
Jenjang                                  :                                                         Mata Pelajaran      : 
Kelas                                      :                                                         Jenis Produk          :   
Jenis Kekhususan                :                                                         Kompetensi Dasar : 

No.
Kriteria
Bobot
Skala Antara
Skor Maksimal
Skor Perolehan
KKM
Lulus
Tidak Lulus
0-1
1-2
2-3
3-4
4-5
1












2












3












4












5












6












Skor Maksimal





Skor Nyata Siswa







b. Pendekatan analitik

Nama Siswa          :                                       Mata Pelajaran              :
Jenjang                  :                                       Jenis Produk                  :
Kelas                     :                                       Kompetensi Dasar         :
Jenis Kekhususan :                    
No.
Tahap
Langkah/Proses
Frekuensi
Bobot untuk
Nilai Perolehan
Nilai Maksimal
Ya
Tdk
A
B
C
D
A
B
C
D
A
B
C
D
1
Persipan
1.
2.
3.
4.
5.















2
Pembuatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.















3
Pengujian
1.
2.
3.
4.
5.















Skor Nyata
















4.      Penilaian Portofolio
Penilaian ini merupakan kumpulan informasi mengenai perkembangan kemampuan peserta didik dalam periode tertentu dan atau mata pelajaran, kompetensi dasar tertentu sehingga guru dan peserta didik sendiri mengetahui kekurangan dan kelebihan serta dapat terus memperbaiki dan meningkatkan kemampuannya.
Penilaian portofolio harus memperhatikan:
  1. Saling percaya antara guru dan siswa
Guru dan siswa harus memiliki rasa saling percaya, saling memerlukan, dan saling membantu sehingga pembelajaran kondusif dan menyenangkan.
  1. Kerahasiaan bersama antara guru dan siswa
Pengumpulan hasil pekerjaan siswa harus terjaga dari kerahasiaan. Cukup diketahui oleh guru dan siswa itu sendiri.
  1. Milik bersama
Hasil pekerjaan siswa harus dirasakan sebagai milik bersama antara siswa dengan guru.
  1. Kepuasan
Dalam setiap pekerjaan harus disertai bukti fari guru yang dapat memberikan kepuasan kepada siswa sehingga siswa termotivasi untuk meningkatkan terus kemampuannya.
  1. Kesesuaian
Pekerjaan siswa yang dikumpulkan harus benar-benar sesuai dengan kompetensi yang ditentukan.
  1. Penilaian proses
Penilaian harus dilakukan secara berproses dalam setiap pembelajaran yang berhubungan dengan kinerja siswa.
  1. Proses pembelajaran
Penilaian portofolio tidak terlepas dari penilaian proses pembelajaran. Penilaian harus bermanfaat bagi guru dan siswa untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan siswa sehingga siswa terus meningkatkannya.



5.      Penilaian Diri
Penilaian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan kejujuran dan tanggung jawab. Peserta didik diberi kesempatan untuk menilai dirinya sendiri dengan penuh tanggung jawab dan jujur. Penilaian ini dapat dilakukan baik terhadap aspek kognitif, psikomotor, maupun afektif. Teknik penilaian ini dapat menumbuhkan pembentukan kepribadian siswa. Karena itu harus ditentukan kriterianya. Adapun langkah-langkah yang perlu ditempuh sebagai berikut:
  1. menentukan kompetensi dasar atau aspek yang akan dinilai;
  2. menentukan kriteria penilaian;
  3. menentukan format penilaian sekaligus dengan pedoman pensekoran dan penilaiannya;
  4. mempersilakan peserta didik untuk menilai diri sendiri;
  5. guru mengkaji hasil penilaian siswa;
  6. guru memberikan umpan balik secara objektif kepada siswa berdasarkan penilaiannya.











V. PERENCANAAN PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI
Penilaian berbasis kompetensi pada jalur pendidikan khusus harus melalui perencanaan yang tepat dan matang agar pelakasnaannya dapat mencapai hasil yang diharapkan. Sebelum merencanakan penilaian berbasis kompetensi, terlebih dulu siapkan dan telaah dokumen-dokumen atau kebijakan-kebijakan yang dapat dijadikan dasar dan acuan dalam menyusun perencanaan. Dokumen yang harus dikumpulkan dan ditelaah tersebut sudah disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yakni:
1.      Standar Isi
2.      Standar Proses
3.      Standar Kompetensi Lulusan

4.      Standar Sarana dan Prasarana
5.      Standar Pengelolaan
6.      Standar Pembiayaan
7.      Standar Penilaian Pendidikan

Penyususnan perencanaan penilaian berbasis kompetensi dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut.
1.      Menentukan sumber acuan penilaian, yaitu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19, Tahun 2005.
2.      Menelaah tentang apa, mengapa, dan bagaimana menyusun penilaian, yakni mempelajari dan menelaah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Bab V, Pasal 25, 26, dan 27. Pasal ini memberikan acuan mengenai apa yang harus dinilai, untuk apa penilaian dilaksanakan, dan cakupan apa saja serta bagaimana melaksanakan penilaian.
3.      Menelaah Standar Kompetensi Lulusan yang sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 5, Ayat 1.
4.      Menelaah standar kompetensi dan kompetensi dasar tiap mata pelajaran yang akan dinilai.
5.      Menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam bentuk silabus. Penjabaran tersebut harus sampai ke indikator, materi pembelajaran, teknik penilaian, metode, waktu, dan sumber belajar.
6.      Menyusun perencanaan penilaian sebagai berikut:
  1. Mengembangkan indikator menjadi indikator soal;
  2. Menentukan teknik dan jenis penilaian yang disesuaikan dengan tingkat kecerdasan, kemampuan fisik, kemampuan berkomunikasi yang sesuai dengan jenis kekhususan peserta didik;
  3. Mengembangkan indikator soal menjadi soal yang disesuaikan dengan teknik dan jenis penilaian yang ditentukan;
  4. Merumuskan alternatif lain dan pembobotan penilaian
  5. Mengambil keputusan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penilaian;
  6. Melaksanakan proses penilaian;
7.      Mengolah hasil penilaian sehingga diketahui dengan pasti peserta didik yang perlu pengayaan dan yang perlu remedial serta menindaklanjuti hasil pengolahan tersebut.
8.      Menganlisis butir tes.
9.      Membuat keputusan tentang keberhasilan peserta didik berdasarkan hasil olahan nilai.
10.  Membuat laporan kepada orang tua peserta didik dalam bentuk buku laporan yang periodik.

          

VI. KESIMPULAN
Telah penulis jelaskan berbagai teknik dan alternatif penilaian dalam makalah ini. Tetapi perlu disadari bahwa tidak ada satu pun teknik penilaian yang dapat memberikan informasi tentang kompetensi dan kemampuan peserta didik secara utuh dan menyeluruh. Karena itu, guru dituntut untuk lebih banyak menggunakan variasi teknik penilaian. Dengan berbagai variasi teknik penilaian akan memungkinkan memberikan hasil yang lebih teliti, tepat, dan cermat sehingga kondisi peserta didik yang sesungguhnya dapat tergambarkan.
Suatu teknik penilaian yang dianggap tepat pada suatu saat dan tempat belumlah tentu ketepatan dan keakuratannya dapat digunakan pada saat dan tempat yang berbeda.  Karena itu, sangat diperlukan adanya studi yang kontinyu mengenai terknik penilaian yang lebih tepat lagi. Ide-ide atau temuan-temuan baru yang sesuai dengan perkembangan dan keadaan peserta didik sangat diperlukan sehingga hasil penilaian semakin bermakna bagi siswa dan pihak lain.
                                                        

DAFTAR PUSTAKA

Akdon, 2006. Strategic Management For Educational Management. Bandung: Alfabeta.
BSNP. 2007. Model Penilaian Kelas Pendidikan Khusus. Jakarta: Depdiknas.
Catatan Kuliah Manajemen Kebijakan Sistem Pendidikan dari Dr. Suherli, M.Pd.
Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta Depdiknas.
Hasil Penataran tentang Perumusan Bahan Ajar dan Evaluasi Berbasis ICT Tingkat Nasional, Cisarua, Bogor, tahun 2006.
Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah Teori Dasar dan Praktik. Bandung: Refika Aditama.
Undang-Undang Sisdiknas 2003 (UU RI No. 20 Th. 2003). Jakarta: Sinar Grafika.
                                                                                     
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar