Sabtu, 25 Desember 2010

HUT SMANDA KE-43 ATAU HUT KE-43 SMANDA?

KEAMBIGUAN BERBAHASA
abah
Nah, dengan demikian jelas maksudnya bahwa  sekolah tersebut merupakan SDN nomor 3 yang ada di daerah Citapen.


Sudah terbiasa mata dan telinga kita disuguhi spanduk, balibo atau informasi lisan yang membuat kening kita berkerut untuk memahami maksud informasi yang disajikan tersebut karena tidak jelas informasi yang terkandung di dalamnya; mengandung berbagai penafsiran. Bentuk-bentuk berbahasa seperti itulah yang Abah maksud ambigu.

 Di jalan kita sering melihat spanduk bertuliskan Selamat Datang Para Peserta Munas Golkar Ke-24; Selamat HUT Smanda Ke-43 atau papan nama sebuah perusahaan/lembaga seperti Sekolah Dasar Negeri Citapen 2; Penjahit Pakaian Wanita, dan sebagainya. Inilah sekedar contoh keambiguan berbahasa.

Keambiguan berbahasa diakibatkan oleh berbagai faktor, antara lain karena diksi yang kurang tepat, konstruksi kalimat yang menyalahi kaidah atau kesalahan menempatkan keterangan, terutama katerangan bilangan. Sebuah kalimat maknanya menjadi kabur hanya karena sebuah kata yang dgunakan tidak tepat; terlalu umum. Semakin umum kata yang digunakan, semakin umum pula makna kalimat tersebut. Akibatnya, semakin sulit pembaca atau pendengar memahami maksud kalimat tersebut. Konstruksi kalimat yang menyalahi kaidah bahasa biasanya akibat pengaruh bahasa daerah. Demikian juga kesalahan menempatkan keterangan bilangan.

Ketika kita bertanya kepada seseorang,

“Maaf, Pak! Apakah ke Gunung Galunggung sudah dekat?”.

“Ke Gunung Galunggung masih jauh Dik!”

Mendengar jawaban itu, kita berpikir, kira-kira berapa kilometer lagi; memerlukan waktu berapa jam. Jelas kita masih bingung padahal kita bertanya itu ingin kejelasan.Ini akibat kata atau frase yang digunakan orang tersebut terlalu umum, yakni frase masih jauh. Berbeda kalau orang tersebut memberikan jawaban,

“Ooo..ke Gunung Galunggung kurang lebih empat kilometer lagi.” Atau

“Ooo..ke Gunung Galunggung sekitar 15 menit lagi.”.

Jelas, bukan perbedaannya? Ini sekedar contoh kekurangtepatan diksi yang digunakan.

Perhatikan kalimat berikut!

Kemarin pagi, dia membeli 10 karung beras.

Maksud kalimat tersebut apa? Apakah yang dibeli itu beras atau karungnya saja? Ini membingungkan akibat konstruksi kalimatnya menyalahi kaidah bahasa. Akan lebih jelas maksudnya bila konstruksi kalimat tersebut diperbaiki seperti berikut!

Kemarin pagi, dia membeli beras 10 karung. Atau

Kemarin pagi, dia membeli karung beras sebanyak sepuluh.

Bagaimana memahami kedua kalimat tersebut? Lebih jelas, bukan?

Coba deh kita kita cermati kalimat-kalimat berikut!

1)      Di Yogyakarta, mereka melihat pameran lukisan Afandi.

2)      Profesi dia sebagai pengusaha wanita yang sukses.

3)      Istri dokter yang soleh itu meninggal dunia tadi pagi.

4)      Rohto, menghilangkan mata merah dalam sekejap.

Ok, Brow! Dalam posting kali ini, Abah akan fokus membicarakan keambiguan berbahasa akibat kesalahan menempatkan keterangan bilangan, baik bilangan tingkat maupun urutan. Langsung saja kita cermati contoh-contoh berikut!

1)      Selamat HUT SMAN 2 ke-43!

2)      Peserta Munas Golkar ke-50 diikuti ribuan peserta.

3)      Sekolah Dasar Negeri Citapen 3

4)      SMA Pasundan 2 Tasikmalaya

Contoh 1) mengandung maksud, kita mengucapkan selamat kepada SMAN 2 yang berulang tahun ke-43. Kalau demikian maksudnya, contoh tersebut kurang cermat. Frase HUT SMAN 2 ke-43 seolah-olah memilki makna  SMAN-nya yang ke-43, bukan ulang tahunnya. Oleh karena itu, keterangan bilangan tingkat ke-43 tidak boleh terpisah dari HUT karena ke-43 merupakan keterangan dari HUT, bukan keterangan SMA. Keterangan SMA sudah jelas yakni 2. Seharusnya kalimat tersebut tertulis

Selamat HUT ke-43 SMAN 2.

Ingat, SMAN 2 hanya ada satu!

Contoh 2) mengandung maksud bahwa Golkar melaksanakan munas yang ke-50. Kalau begitu maksudnya, jelas kalimat tersebut tidak tepat. Ketidaktepatannya itu akibat penempatan keterangan bilangan tingkat yang salah. Perlu diketahui bahwa Golkar hanya satu. Yang ke-50 itu munas, bukan golkarnya. Dengan demikian, seharusnya kalimat tersebut tertulis,

 Peserta Munas ke-50 Golkar diikuti ribuan peserta.

Contoh 3) mengandung maksud bahwa di daerah Citapen ada tiga sekolah dasar, yaitu SD 1, SD 2, dan SD 3. Lalu daerah Citapennya ada berapa? Jawabannya, hanya satu. Kalau begitu, kalimat 3) tidak tepat? Ya, jelas! Tidak tepat. Ketidaktepatan tersebut akibat kesalahan menempatkan keterangan bilangan. Yang dimaksud 3 pada konstruksi tersebut adalah SD-nya, bukan Citapennya. Kalau demikian, keterangan bilangan tersebut harus dikembalikan ke posisi asalnya supaya tepat sehingga menjadi ,

Sekolah Dasar Negeri 3 Citapen.

Nah, dengan demikian jelas maksudnya bahwa  sekolah tersebut merupakan SDN nomor 3 yang ada di daerah Citapen.

Contoh 4) mengandung maksud awal SMA nomor urut 2 yang ada di bawah naungan Yayasan Pasundan Tasikmalaya. Jadi bilangan 2 merupakan keterangan SMA-nya, bukan keterangan yayasan Pasundan. Sudah jelas yayasan tersebut hanya satu. Jadi, supaya tepat harus bagaimana dong? Ya, kita tinggal mengembalikan keterangan 2 tersebut ke posisi yang sebenarnya, yaitu didekatkan dengan SMA sehingga menjadi ,

SMA 2 Pasundan Tasikmalaya.

Contoh-contoh kemabiguan berbahasa di atas ternyata sudah menjadi salah kaprah. Pemakai bahasa sudah tidak merasakan bahwa bahasa yang digunakannya salah. Bahkan saat bertemu dengan bentukan yang benar, mereka kaget dan akhirnya bingung. Mana yang harus digunakan? Karena itulah, mari mulai sekarang kita belajar cermat berbahasa supaya maksud yang ingin kita sampaikan kepada orang lain tidak menimbulkan salah pengertian. Semakin cermat bahasa yang digunakan, komunikasi kita semakin komunikatif, sangkil, dan mangkus.

Beranalogi dari contoh dan penjelasan di atas, yuk kita cermati konstruksi-konstruksi berikut!

1)      Hari Ulang Tahun Korpri ke-20

2)      Kelas XII IA 4

3)      Kamar Ganti Wanita

4)      HUT RI ke-63

5)      Juara Lomba Pidato Bahasa Inggris ke-2

6)      Pintu Tol Semanggi 2


Kita akhiri dulu perbincangan kita, Abah dah mulai penat nih. Kita lanjut pada posting berikutnya. Yang penting, mulai saat ini marilah kita gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar secermat mungkin! Kita masih ingat, bukan? Bahasa menunjukkan bangsa. Kecermatan berbahasa seseorang mencerminkan kecermatan pribadi dan berpikir  orang tersebut.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar