Kamis, 02 Desember 2010

CONTOH PTK (II)

PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Dedi "abah" Idris

Landasan Teoretis dalam PTK berisi kajian-kajian teroretis terhadap variabel-variabel PTK. Apa saja? Yuk kita lihat contoh bab II berikut!

BAB II
LANDASAN TEORETIS
                                                                                  
A.    Kajian Teoretis
  1. Hakikat Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi
a.      Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Standar Kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya berorientasi pada pembelajaran bahasa, bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis serta menimbulkan penghargaan terhadap hasil cipta manusia Indonesia. Standar kompetensi ini dimaksudkan agar siswa siap mengakses situasi multiglobal lokal yang berorientasi pada keterbukaan dan kemasadepanan (Depdiknas, 2004:1).
Selanjutnya dalam KTSP, dinyatakan pula bahwa standar kompetensi mata pelajaran Bahasa harus diketahui, dilakukan, dan dimahirkan oleh siswa pada setiap tingkatan. Kerangka tersebut disajikan dalam empat komponen utama yaitu (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) indikator, dan (4) materi pokok (Depdiknas, 2004:5).Standar kompetensi mencakup aspek kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Aspek-aspek tersebut pula mendapat porsi yang seimbang dan dilaksanakan secara terpadu (Depdiknas, 2004:5).
Dengan standar kompetensi ini diharapkan :
                                                      1)  Siswa yang mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya intelektual bangsa sendiri.
                                                      2)  Guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa siswa dengan menyediakan beraneka ragam kegiatan berbahasa dan sumber belajar.
                                                      3)  Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dengan kemampuan siswanya.
                                                      4)  Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program sekolah.
                                                      5)  Sekolah dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia.
                                                      6)  Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah (Depdiknas, 2003:3).

Dinyatakan pula dalam Kurikulum Berbasis kompetensi 2004, bahwa standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMA adalah sebagai berikut:
                                                  1)    Berdaya tahan dalam berkonsentrasi mendengarkan berbagai konteks sampai dengan  seratus dua puluh menit, mampu memahami dan peka terhadap gagasan, pandangan, dan perasaan orang lain secara lengkap dalam uraian, khotbah, pidato, ceramah, dialog, dan film serta mampu memberikan pendapat dan penilaian.
                                                  2)    Menyampaikan ceramah, berdiskusi dalam seminar meyakinkan orang lain, memberi petunjuk, menjelaskan suatu proses secara rinci, mengaitkan berbagai peristiwa, mengkritik, dan berekspresi dalam berbagai konteks.
                                                  3)    Membaca berbagai ragam teks dan menganalisis informasi dari berbagai sumber.
                                                  4)    Menulis karangan fiksi dan nonfiksi dengan menggunakan kosa kata yang bervariasi dan efektif untuk menumbuhkan efek dan hasil tertentu.
                                                  5)    Mengapresiasi sastra melalui kegiatan mendengarkan, menonton, membaca, dan menggunakan pengertian teknis kesusastraan dan sejarah untuk menjelaskan, meresensi, menilai, dan menganalisis hasil sastra, memerankan drama, menulis karya cipta sastra berupa puisi, cerita pendek, novel dan drama.

b.      Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Dalam KTSP dinyatakan bahwa, bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan (berkomunikasi) saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, untuk meningkatkan kemampuan intelektual, dan kesusastraan merupakan salah satu sarana untuk menuju pemahaman tersebut. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan KTSP adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
                                    1.      Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara.
                                    2.      Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan.
                                    3.      Siswa mempunyai kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kemampuan emosional, dan kematangan sosial.
                                    4.      Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis).
                                    5.      Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
                                    6.      Siswa menghargai dan membanggakan bahasa dan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Standar kompetensi ini disiapkan dengan mempertimbangkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai hasil cipta intelektual produk budaya, yang berkonsekuensi pada fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra  Indonesia sebagai (1) sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, (2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) sarana penyebarluasan pemakai bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah, (5) sarana pengembangan penalaran, dan (6) sarana pemahaman beraneka ragam budaya Indonesia melalui khasanah kesusastraan Indonesia (Depdiknas, 2004:2).
Lebih lanjut dikemukan dalam KTSP, bahwa karena fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat berkomunikasi, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi. Keterampilan ini diperkaya oleh fungsi utama sastra untuk penghalusan budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, dan penyaluran gagasan, imajinasi dan ekspresi secara kreatif, dan konstruktif, baik secara lisan maupun secara tertulis. Siswa dilatih lebih banyak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, bukan dituntut lebih banyak untuk menguasai atau menghapal pengetahuan tentang bahasa. Pengajaran sastra ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra. Pengetahuan tentang sastra hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasikan karya sastra (Depdiknas, 2004:5).
c.       Ruang Lingkup Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia  di SMA terdiri atas dua aspek, yaitu aspek kemampuan berbahasa, dan aspek kemampuan bersastra. Aspek kemampuan berbahasa dan bersastra masing-masing terdiri atas subaspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Standar kompetensi kebahasaan disajikan pada lampiran dokumen KTSP. Kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok yang dicantumkan dalam standar kompetensi merupakan bahan minimal yang harus dikuasai siswa. Oleh karena itu, daerah, sekolah atau guru dapat mengembangkan, menggabungkan, atau menyelesaikan bahan yang disajikan mengikuti situasi dan kondisi setempat (Depdiknas, 2004:6).
d.      Standar Kompetensi Bahan Kajian Bahasa dan Sastra Indonesia
Standar kompetensi bahan kajian bahasa dan sastra Indonesia, terdiri atas beberapa aspek dan subaspek yaitu sebagai berikut:
1)  Aspek kemampuan berbahasa
a)  Mendengarkan
Mendengarkan, memahami, dan memberikan tanggapan terhadap gagasan, pendapat, kritik, dan perasaan orang lain dalam berbagai bentuk wacana lisan.
b)  Berbicara
Berbicara secara efektif dan efesien untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, kritikan, perasaan, dalam berbagai bentuk kepada berbagai mitra bicara sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan.
c)  Membaca
Membaca dan memahami berbagai jenis wacana, baik secara tersurat maupun secara tersirat untuk berbagai tujuan.
d) Menulis
Menulis secara efektif dan efesien berbagai jenis karangan dalam berbagai konteks.
2)   Aspek kemampuan bersastra
a)  Mendengarkan
Mendengarkan, memahami dan mengapresiasi karya sastra (puisi, prosa, dan drama) baik karya asli maupun saduran terjemahan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.
b)  Berbicara
Membahas dan mendiskusikan karya sastra di atas, sesuai dengan isi dan konteks lingkungan dan budaya.
c)  Membaca
Membaca dan memahami berbagai jenis dan ragam karya sastra, serta mampu melakukan apresiasi secara tepat.
d) Menulis
Mengapresiasikan karya sastra yang diminati dalam bentuk sastra tulis yang kreatif serta dapat menulis kritik dan esai sastra berdasarkan ragam sastra yang sudah dibaca.

e.       Kompetensi Dasar, Indikator, dan Materi Pokok
Aspek yang disampaikan pada siswa kelas X 9 SMA Negeri 2 Tasikmalaya yaitu aspek kemampuan berbahasa dengan subaspek membaca. Standar kompetensinya adalah mampu membaca dan memahami berbagai teks bacaan nonsastra dengan berbagai teknik membaca {membaca cepat, memindai (scanning)}. Kemampuan berbahasa paling terkait dengan penelitian ini adalah subaspek membaca. Standar kompetensinya adalah mampu membaca dan memahami berbagai teks bacaan nonsastra dengan berbagai teknik membaca {membaca cepat, memindai (scanning)} secara ekstensif untuk berbagai tujuan.
Kompetensi dasarnya membaca ekstensif teks nonsastra dari berbagai sumber. Indikatornya adalah (1) mengidentifikasikan ide pokok dari teks, (2) menuliskan kembali isi bacaan secara ringkas dalam beberapa kalimat. Sedangkan materi pokoknya adalah teks nonsastra dari berbagai sumber.
2.  Hakikat Membaca Ekstensif
a.      Pengertian Membaca Ekstensif
Membaca dapat dibagi menjadi dua jenis ditinjau dari terdengar tidaknya suara si pembaca, yakni membaca dalam hati (silent reading) dan membaca nyaring atau membaca bersuara (oral reading or aloud reading). Dilihat dari cakupan bacaan yang dibaca, membaca juga digolongkan ke dalam dua jenis, yakni membaca ekstensif (extensive reading) dan membaca intensif (intensive reading).
Membaca ekstensif berarti membaca secara luas. Obyeknya meliputi sebanyak mungkin teks dalam waktu yang sesingkat mungkin. Pengertian atau pemahaman yang bertaraf relatif rendah sudahlah memadai untuk ini, karena memang begitulah tuntutannya dan juga karena bahan bacaan itu sendiri memang sudah banyak serta berlebih-lebihan, seperti halnya laporan-laporan surat kabar. Tujuan dan tuntutan kegiatan  membaca ekstensif adalah untuk memahami isi yang penting-penting dengan cepat dan dengan demikian membaca secara efisien dapat terlaksana. Hal ini juga merupakan salah satu alat yang dapat dimanfaatkan oleh seorang orang asing yang hendak mempelajari sesuatu tanpa dia sendiri pergi bermukim ke negara asal bahasa tersebut (Tarigan, 1979:31).
Dinyatakan dalam Dictionary of Reading Harras dan Sulistianingsih (1988:213) dijelaskan bahwa membaca ekstensif merupakan program membaca yang dilakukan secara luas. Para siswa diberi kebebasan dan keleluasaan dalam hal memilih jenis bacaan maupun lingkup bahab-bahan bacaan yang dibacanya. Program membaca ekstensif ini sangat besar manfaatnya dalam memberikan aneka pengalaman yang sangat luas kepada para siswa.
Lebih lanjut Harras dan Sulistianingsih (1988:213) menyatakan bahwa membaca ektstensif merupakan program bahan-bahan bacaan, baik jenis teks maupun ragamnya haruslah luas dan beraneka ragam. Dengan demikian siswa akan banyak memiliki keleluasaan dalam melakukan pilihan terhadap bahan bacaan tersebut. Meskipun demikian, yang harus diperhatikan oleh guru adalah faktor kesulitan dari bahan bacaan tersebut. Jangan sampai bahan bacaan terlalu sulit untuk dicerna. Kemudian waktu yang dipergunakan untuk membaca pun harus sesingkat mungkin.
b.   Jenis-Jenis Membaca Ekstensif
Membaca ekstensif dibagi menjadi tiga jenis, yakni membaca survey (survey reading), membaca sekilas (skimming), dan membaca dangkal (superficial reading) (Tarigan, 1979:31).
Membaca survey adalah kegiatan membaca dengan tujuan mengetahui gambaran umum ihwal isi serta ruang lingkup dari bahan bacaan yang hendak kita baca. Oleh karena itu dalam praktiknya pembaca hanya sekedar melihat, meneliti, atau menelaah bagian bacaan yang dianggap penting. Misalnya judul, nama pengarang beserta biodatanya, daftar isi, judul-judul bab, serta sub-bab, daftar indek atau daftar-daftar buku. Dengan demikian membaca survey pada dasarnya bukanlah kegiatan membaca yang sesungguhnya, tetapi dapat dikatakan sebagai kegiatan prabaca.
Kemampuan membaca penting dimiliki oleh setiap pelajar. Namun demikian, untuk memiliki jenis keterampilan membaca ini bukanlah hal yang mudah. Faktor pengalaman, latar belakang, penguasaan bidang ilmu serta kesungguhan merupakan hal-hal yang turut mempengaruhi keberhasilan seseorang memiliki kemampuan membaca survey.
Membaca sekilas (skimming) adalah kegiatan membaca yang membuat mata kita bergerak dengan cepat, melihat dan memperhatikan bahan tertulis untuk mencari dan mendapatkan informasi secara cepat (Tarigan, 1979:32). Sedangkan Tampubolon dalam (Tarigan, 1987:49) menyebutkan bahwa membaca skimming ini sebagian membaca layap, yakni membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum dari suatu bacaan. Sudarsono (1988:89) mendefinisikan “Skimming sebagai keterampilan membaca yang diatur secara sistematis untuk mendapatkan hasil yang efisien”.
Membaca dangkal (superficial reading) pada dasarnya merupakan kegiatan membaca untuk memperoleh pemahaman yang dangkal atau tidak terlalu mendalam dari bahan bacaan yang kita baca. Membaca jenis ini biasanya dilakukan bila kita bermaksud untuk mencari kesenagan atau kebahagiaan. Oleh karena itu, jenis bacaannya pun betul-betul merupakan jenis bacaan ringan. Misalnya, majalah, cerpen, novel, dan sejenisnya yang dilakukan dengan santai untuk mendapat kesenangan.
4. Hakikat Teknik Bertukar Pasangan

              Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning untuk itu Lie (2002:30) mengatakan ada lima unsur model pembelajaran tersebut yaitu :  
a.       Saling Ketergantungan Positif
             Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Wartawan mencari dan menulis berita, redaksi mengedit dan tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai kerjasama ini berlanjut terus sampai dengan mereka yang dibagian percetakan dan loper surat kabar. Semua orang ini bekerja demi tercapainya sebuah surat kabar dan sampainya surat kabar tersebut ditangan pembaca. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar bisa mencapai tujuan mereka.
b.      Tanggung Jawab Perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola pemikiran dibuat menurut prosedur model pembelajaran cooperative learning. Setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.
b.      Tatap Muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi.  Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya dari pada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama  ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota.
Inti dari strategi ini adalah menghargai perbedaan memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga dan sosial ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok. Sinergi tidak bisa didapatkan begitu saja dalam sekejap, tapi merupkan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.
d.   Komunikasi Antaranggota
Unsur ini juga menghendaki agar pembelajaran dibekali dengan berbagai keterampilan dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
Ada kalangan pembelajar perlu diberitahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Masih ada banyak orang yang kurang sensitif dan kurang bijaksana dalam menyatakan pendapat mereka. Tidak ada salahnya mengajar siswa beberapa ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus. Sebagai contoh, ungkapan Pendapat Anda itu agak berbeda dan unik. Tolong jelaskan lagi alasan Anda,”pendapat Anda itu aneh dan tidak masuk akal.“Conto lain,  tanggapan “Hm…………….. menarik sekali kamu bisa memberi jawaban itu. Tapi jawabanku agak berbeda…………..” akan lebih menghargai orang lain daripada vonis seperti, “jawabanmu itu salah,” Harusnya begini.
Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Pembelajaran tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang andal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengetahuan belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
e.   Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, melainkan bisa diandalkan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajaran terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.
Teknik-teknik pembelajaran gotong royong (coopetative learning) dinyatakan Lie (2002:55) salah satunya adalah teknik bertukar pasang. Teknik bertukar pasangan memberi siswa kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain. Langkah-langkah melaksanakan teknik bertukar pasangan yaitu sebagai berikut :
a)      Setiap siswa mendapatkan satu pasangan (guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa melakukan prosedur teknik mencari pasangan).
b)      Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
c)      Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain.
d)     Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan. Masing-masing pasangan yang baru ini kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.
e)      Temuan baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.

B.     Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman penulis mengajar di SMAN 2 Tasikmalaya, pembelajaran membaca ekstensi masih menggunakan pendekatan tematik. Padahal tema bukanlah tujuan dalam membaca.
Ciri-ciri pembelajaran tematik menurut (Depdiknas, 2004:22)adalah berpusat pada siswa, bersipat fleksibel, memberikan pengalaman langsung pada siswa, hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan bakat siswa. Model pembelajara yang digunakan Neneng N pada pelaksanaannya perlu adanya pengembangan alokasi waktu setiap tema, memperhitungkan banyak dan sedikitnya bahan yang ada di lingkungan. Hal tersebut diyakinai penulis pembelajaran tidak mungkin dapat dilaksanakan dalam satu pertemuan pembelajaran. Berdasarkan pada hal tersebut juga penulis menindaklanjuti dengan menerapkan teknik bertukar pasangan pada pembelajaran membaca ekstensif dengan harapan proses pembelajaran siswa di dalam kelas dapat dilaksanakan secara efektif dan episien.
Penulis menggunakan teknik bertukar pasangan mengarah pada penelitian tindakan kelas yaitu melakukan penelitian untuk mengidentifikasi, dan memecahkan masalah serta melihat keberhasilan penelitian tersebut jika berhasil akan dilakukan pengulangan. Penulis mencoba melakukan penelitian ini untuk mempelajari teknik bertukar pasangan yang digunakan dalam pembelajaran membaca ekstensif, dan apakah siswa efektif dengan penelitian yang dilakukan penulis tersebut.
Penerapan teknik bertukar pasangan dalam pembelajaran membaca ekstensif yaitu untuk mempelajari, mengarahkan, dan mengevaluasi siswa dalam pembelajaran membaca ekstensif dengan menggunakan teknik bertukar pasangan. Penelitian yang penulis lakukan yaitu perencanaan (observasi), pelaksanaan kegiatan (melaksanakan beberapa siklus pembelajaran), dan penemuan hasil tindakan (penutupan). Jadi penulis bertujuan melakukan penelitian ini sebagai upaya penelitian tindakan kelas kepada siswa dalam pembelajaran membaca ekstensif, apakah siswa efektif tidaknya dalam melakukan penelitian.
C.    Hipotesis
    Teknik bertukar pasangan dapat digunakan dalam meningkatkan hasil pembelajaran membaca ekstensif pada siswa kelas X 9 SMA Negeri 2 Tasikmalaya tahun ajaran 2006/2007.


1 komentar: