Sabtu, 04 Desember 2010

EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (I)


Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
(Abah)
Bahasa menunjukkan bangsa. Ungkapan ini kurang tepat bila kita maknai sebagai “orang yang menggunakan suatu bahasa berarti memiliki kebangsaan yang sama”. Bila orang Indonesia menggunakan bahasa Inggris dengan fasih, apakah dia berkebangsaan Inggris? Tidak demikian bukan? Karena itu, ungkapan tersebut lebih tepat bila diartikan sebagai “bahasa yang digunakan seseorang mencerminkan kepribadian pemakai bahasa itu”. Oleh karena itu, pada kenyataannya semakin baik kepribadian seseorang, semakin baik pula bahasa yang digunakannya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak bisa terlepas dari pemakaian bahasa. Baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Bila dalam bahasa lisan, kita berbahasa didukung oleh gesture, ekspresi, mimik, intonasi. Bahkan didukung oleh situasi dan kondisi. Dengan demikian, kekurangtepatan pemakaian bahasa lisan bisa teratasi oleh unsur-unsur tadi. Dalam bahasa lisan, bagaimana? Maaf, maksud Abah bahasa tulis. (Ayo!) Semua unsur itu tidak ada. Kesopanan dan ketepatan berbahasa tulis hanya didukung oleh ketepatan pemakaian ejaan. Ketepatan penggunaan tanda baca, ketepatan penggunaan huruf, sangat mendukung ketepatan dan kesopanan bahasa seseorang. Benar (kan)?
Untuk itulah, mari kita perdalam pemahaman kita tentang penggunaan ejaan supaya bahasa yang kita gunakan semakin menujukkan jiwa kita. Pada edisi ini, kita telaah pemakaian huruf kapital. (Yuk), kita mulai!
Perhatikan beberapa kalimat berikut!
1)      Peninjauan terhadap pelaksanaan proyek pembangunan di Tasikmalaya langsung dipimpin oleh Walikota.
2)      Syarif Hidayat terpilih menjadi walikota.
3)      Aku tidak berani memakan pisang ambon karena penyakit yang kuderita.
4)      Masyarakat Ambon merupakan masyarakat yang taat akan adat.

Mengapa ya, penulisan kata walikota dan ambon pada kalimat-kalimat di atas berbeda? Ada apa sebenarnya? (Yuk,) kita analisis!

(Ooo..) ternyata walikota pada kalimat (1) sebagai kata ganti dari Walikota Tasikmalaya Syarif Hidayat sehingga ditulis diawali dengan huruf kapital. Sedangkan pada kalimat (2), walikota merupakan jabatan yang tidak diikuti nama orang sehingga penulisannya tidak diawali huruf kapital.
Bagaimana dengan kata ambon? Kata ambon pada kalimat (3) merupakan nama atau jenis pisang. Jadi jelas (lho), tidak diawali huruf kapital penulisannya. Sementara pada kalimat (4), ambon merupakan nama atau istilah geografi sehingga harus diawali huruf kapital penulisannya. (Emmmmmmhhhh….) Begitu ya?
Kalau begitu, kapan (se…) huruf kapital harus kita gunakan? (Mendingan) kita (ngobrol) di sini. (Ok?)
1.      Ternyata huruf kapital harus digunakan pada huruf pertama awal kalimat. Mau lihat contohnya?
1)      Kalian harus rajin belajar bila ingin sukses.
2)      Apa (se) maksud (elo)?
3)      Selamat malam, (Bro)!

2.      Kalian mau menuliskan petikan kalimat langsung? Ingat (lho), huruf awal petikan  langsung harus diawali huruf  kapital. (Ne…) lihat contohnya!
1)      Anakku bertanya, “Kapan ayah mengajak Kakak jalan-jalan lagi?”
2)      Abah berpesan, “Rajin-rajinlah belajar!”
3)      (“Heeemmmmhhhh…) kalian terlambat lagi, ya? Kata Abah.

3.      Bila kalian menuliskan ungkapan yang berhubungan dengan keagamaan, kitab suci, Tuhan, dan kata gantinya, kalian harus awali juga dengan huruf kapital. (Yuk) lihat contohnya!
1)      Ya Alloh, Tuhan Yang Maha Pengasih, lindungilah hamba-Mu ini selamanya.
2)      Coba (dech,) mulai sekarang kita belajar memahami  Alquran.

4.      Gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan  yang diikuti nama orang harus diawali huruf kapital (lho). Maksudnya (gimana)? (Yuk) perhatikan contoh berikut!
1)      Salah seorang pembicara dalam seminar itu adalah Mahaputra Adinegoro.
2)      Salawat dan kesalamatan harus selalu kita panjatkan kepada Nabi Muhammad.
3)      Salah seorang orator Indonesia adalah Haji Agus Salim. Sangat terkenal di dunia (lho).
4)      Sekarang dan untuk lima tahun ke depan, Sultan Hamangkubuwono X masih yang terbaik.

Tapi ingat (lho), ini lain. Mengapa ya?
1)      Adinegoro mendapat gelar mahaputra dari pemerintah.
2)      Muhammad adalah nabi terakhir. (Gak) ada lagi nabi (lho) selain dia.
3)      Agus Salim sudah menjadi haji sejak usia muda. Tahukah kalian?
4)      Hamangkubuwono masih tetap merupakan sultan terbaik saat ini. Kata Presiden (tu.)

5.      Perhatikan ini!
1)      Upacara itu dipimpin langsung oleh Gubernur Ahmad Heryawan.
2)      Kini Polri dipimpin oleh Komisaris Jendral Timor Pradopo yang berkumis tebal.
(Na…)dari contoh di atas kita jadi paham bahwa nama jabatan dan pangkat bila diikuti nama orang harus diawali huruf kapital. Ingat….hanya bila diikuti nama orang. Jadi jelas (dong), kalau seperti ini “Ahmad Heryawan dilantik sebagai Gubernur”, salah (tu).

6.      Nama orang, nama bangsa, suku, dan bahasa, nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah  juga harus diawali haruf kapital. Seperti mana ya? (Ne…) lihat berikut!
1)      (Ci) abah itu nama jelasnya Dedi Supriadi Idris, (wkwkwkwkwkwkkkkk…….!)
2)      Sebagai bangsa Indonesia, kita harus berjiwa Indonesia juga.
3)      Kang Sule itu asli (lho) keturunan Sunda.
4)      (Ya), sedikit-sedikit kita perlu juga menguasai bahasa Inggris.     
5)      Walikota Tasikmalaya berjanji untuk memeriahkan tahun baru Hijriah.
6)      Pada Jumat, Desember 2010 ini, dia kebagian giliran khutbah dua kali.
7)      Tahun ini, hari Lebaran dan hari Natal waktunya beruntun singkat.
8)      Peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan tahun ini jatuh pada hari Jumat.

7.      Coba (dech) kalau ini bagaimana?
1)      PSSI diberi target untuk menjuarai pertandingan tingkat Asia Tenggara.
2)      Setelah Gunung Merapi di Yogyakarta, Gunung Bromo pun erupsi.
3)      (Yuk) kita main ke Danau Batur di Bali. Asyik (lho) pemandangannya!
Kata/frase bercetak miring pada kalimat di atas merupakan nama khas dalam geografi. (Pantesan) diawali huruf kapital. Memang ketentuan EYD harus begitu.

8.      Lain lagi dengan ini. (Yuk) perhatikan (Bro!)
1)      Aku bekerja di Kementrian Pendidikan Nasional.
2)      (Akh,) masa (se) anggota Dewan Perwakilan Rakyat hobinya jalan-jalan ke luar negeri?

Bagian yang dicetak miring pada kalimat itu merupakan nama-nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan. Memang harus demikian penulisannya. Demikian juga nama-nama dokumen resmi, harus diawali huruf kapital.

9.      Nama buku, koran, majalah serta judul karangan yang ada di dalamnya, ingat (lho), semua unsurnya harus diawali huruf kapital kecuali kata-kata tugas yang tidak terletak di awal. (Ne) lihat beberapa contoh!
1)      Buku Kompeten Berbahasa Indonesia ternyata ditulis oleh (Ci) Abah.
2)      Coba (dech) kalian sering-sering membaca harian Kompas supaya wawasan bertambah.
3)      Kalau kamu merasa diri sebagai perempuan, coba (Cuy) sering-seringlah membaca majalah Kartini.
4)      Artikel Manfaat Daun Singkong untuk Kesehatan ada (tu) di majalah Tempo.

10.  (Hhmmmm….mmmmm… )ternyata (Bro), singkatan nama gelar akademik dan singkatan sapaan pun harus diawali huruf kapital. Jadi Kalimat “Dedi S. Idris, Drs., M.Pd. guru Smanda sejak tahun 2003”, memang benar penulisannya harus begitu. (Yuk) lihat contoh lain!
1)      Salah seorang guru kita telah meninggal dunia, yakni Bapak Suhana, S.Pd., S.H. beberapa waktu lalu. (Yuk) kita doakan agar diterima di sisi-Nya.
2)      Pembawa acara kegiatan diserahkan kepada  Sdr. Odo Murtado dan Ny. Sin Asin.

11.  Bila kita menggunakan kata-kata penunjuk hubungan kekerabatan sebagai kata ganti atau kata sapaan, ingat, penulisannya harus diawali huruf kapital. Misalnya:
1)      Mohon maaf, permohonan Saudara  gak bisa (gue )terima, (Bro)!
2)       Kapan Abah mau (nolongin) kami?
3)      Mari masuk, Kak!
4)      Rupanya kita mesti (ngobrol) langsung dengan Pak Walikota.

Dalam keseharian kita sering (lho) melihat dan membaca tulisan yang dicetak miring. Miring di sini bukan berarti gila seperti dalam kalimat “Dia kebetulan otaknya miring” tapi tulisannya yang dicetak miring, (wkwkwkwkwkkkk…….)!Kapan (se ) kita harus menggunakan kata-kata yang dicetak miring. (Ok), kita lanjutkan saja (obrolan) kita!

1.      Bila kita membuat karya ilmiah dan mengutip nama buku, majalah, atau koran sebagai referensi atau daftar pustaka maka nama-nama itu harus dicetak miring. Supaya (gampang), lihat (aja ) contoh berikut!      
1)      S. Efendi. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.
2)      Karya sastra kalian bias saja dimuat di majalah Horison. Makanya belajar terus!
3)      Salah satu karya Rendra  adalah Bersatulah Pelacur Kota Jakarta.

2.      Bila dalam kalimat kita ada kata atau bagian yang ditegaskan maka kata tersebut harus dicetak miring. Inilah contohnya!
1)      Blog ini tidak bermaksud menggurui pembaca (lho). Ini (cuma) alat sharing saja.
2)      Coba kalian bayangkan bahwa kalian sekarang menjadi orang yang sukses.
3)      Coba (dech) kalian cari nama kota atau daerah yang mengandung kata sura.
(Ayo) sekarang kalian contoh lainnya!

3.      Nama-nama ilmiah dan ungkapan asing yang masih terasa keasingannya juga harus dicetak miring. Contoh:
1)      Garcinia mangostana nama ilmiah buah mangga.
2)      Model sepatu jengki sekarang sudah tidak trend lagi.
3)      Proses pembelajaran harus dikembangkan secara kolegalitas, kolaboratif, dan mutual.

(Tu) semuanya (gampang)( kan)? Tinggal kita ada kemauan untuk menggunakannya. (Koq) ada kata-kata dalam kurung? (Apaan tu)? (Oooooo…) itu sedikit bahasa gaul (Bro), (wkwkwkkk!)
Apakah kita boleh menggunakan bahasa gaul? Ya jelas, bisa ya bisa tidak. Semuanya tergantung pada situasi, kondisi, dan tujuan kita berbahasa. Dalam pergaulan sehari-hari, boleh-boleh saja kita berbahasa gaul. Tapi ingat, dalam situasi formal harus kita gunakan bahasa baku. Bisa kan kita untuk berlaku begitu? Tentu saja bisa. Bahasa gaul boleh digunakan tapi tetap ketika bahasa gaul kita tulis, kaidah Ejaan Yang Disempurnakan digunakan. Jangan sampai bahasa gaul melupakan kaidah penggunaan huruf dan tanda baca. Andai tanda baca tidak digunakan, bisa-bisa bahasa kita menjadi ambigu. Membingungkan orang yang membaca. Kita harus ingat (lho), penulisan huruf dan tanda baca berfungsi memperjelas maksud bahasa tulis kita.

(Yuk), Abah sudahi dulu (obrolannya). (Biar) lain (kali) kita (ngobrol)  lagi dalam topik lain. 
Daaaaaaggg!!! )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar