Rabu, 05 Januari 2011

MERAHNYA MERAH


Novel ini banyak dibicarakan para kritikus sastra karena tema yang diangkat berupa masalah sosial pada revolusi. Selain itu, novel ini mendapat penilaian positif karena kelincahan ceritanya yang dinamis. Membuat pembaca penasaran lembar demi lembar ingin menuntaskan membaca. Setiap bagian ceritanya, berakhir dengan menimbulkan rasa penasaran kepada pembaca untuk melanjutkan ke bagian lainnya.
A.      Identitas Buku
1)      Judul                             : Merahnya Merah
2)      Pengarang                  : Iwan Simatupang
3)      Angkatan                     : Sastrawan Angkatan 66
4)      Penerbit                      : CV Haji Masagung
5)      Terbit Pertama          : 1968
B.      Tema Cerita
Permasalahan dan tingkah laku sehari-hari kaum gelandangan yang hidup di kota besar pada masa revolusi (masalah sosial)
C.      Tokoh Cerita
1)      Tokoh Kita, seorang lelaki yang pernah menjadi calon rahib tetapi gagal. Dia pernah menjadi komandan kompi sebuah pasukan tentara pada masa revolusi. Dia juga pernah menjadi algojo pada akhir revolusi dan selesai masa revolusi dia masuk rumah sakit jiwa. Akhirnya menjadi gelandangan yang dihormati kelompoknya.
2)      Maria, wanita setengah baya yang sangat hormat dan mencintai Tokoh Kita. Gagal menjadi seorang perawat karena takut oleh darah. Pernah diperkosa saat menjadi pelayan sebuah restoran. Akhirnya menjadi anggota sebuah biara.
3)      Fifi, seorang pelacur berusia 14 tahun, yatim piatu, tidak memiliki tempat tinggal, tidak tahan dengan kemiskinan dan keganasan gerombolan.
4)      Pak Centeng, seorang jagoan yang dihormati dan ditakuti sesama jagoan.
D.      Sinopsis
Di sebuah kota besar, masa revolusi, hiduplah sekelompok kaum gelandangan. Hidup mereka cukup damai dengan berbagai permasalahan yang dihadapinya. Kaum gelandangan tersebut secara tidak formal mengakui Pak Centeng dan Maria sebagai orang yang mereka hormati dan dituakan. Maria dan Pak Centeng memiliki hubungan yang istimewa dan mesra.

Suatu hari, masuklah Tokoh Kita ke dalam kampung gelandangan tersebut. Ternyata kehadirannya mendapat perhatian dari warga. Dia pandai beradaptasi dengan kaum gelandangan sehingga dengan cepat Tokoh Kita dicintai dan dihormati oleh warga gelandangan. Bahkan Maria pun beralih perhatian dan cintanya dari Pak Centeng kepada Tokoh Kita. Karena itu, secara diam-diam Pak Centeng menaruh rasa tidak suka terhadap Tokoh Kita. Hubungan Tokoh Kita dengan Maria semakin dalam dan Maria pun sangat mencintai Tokoh Kita. Dia menaruh rasa cemburu kepada siapa saja, wanita yang dekat dengan Tokoh Kita.

Tokoh Kita bertemu dengan seorang pelacur muda, berusia 14 tahun, Fifi. Fifi seorang gadis yatim piatu dan tidak memiliki tempat tinggal. Hidup di tengah-tengah sebuah gerombolan. Karena tidak tahan dengan kemiskinan dan keberingasan gerombolan tersebut akhirnya Fifi menjadi seorang pelacur. Fifi bertemu dan dibawa oleh Tokoh Kita ke kampung gelandangan dan bergabung dengan mereka. Hubungan Tokoh Kita dengan Fifi semakin lama smakin mesra. Hal itu membuat Maria cemburu buta. Maria merasa Fifi sudah merebut Tokoh Kita dari kehidupannya. Ditambah lagi sejak pertama dibawa oleh Tokoh Kita, Maria sudah merasa tidak suka terhadap Fifi. Hanya karena hormat dan rasa cintanya kepada Tokoh Kita, Maria bisa menerima kehadiran Fifi. Sejak itulah kehidupan di kampung gelandangan tersebut tidak nyaman dan damai seperti sebelum kehadiran Fifi. Terutama bagi Maria.

Suatu hari, Fifi hilang tanpa jejak. Semua warga dan kekuatan kampung gelandangan dikerahkan untuk mencari Fifi. Tapi usaha mereka sia-sia. Fifi tidak ditemukan dan membuat warga putus asa. Dengan kejadian itu, Pak Centeng merasa malu. Selama ini tidak pernah ada usaha Pak Centeng yang gagal. Tetapi mencari Fifi, Pak Centeng tidak berhasil. Dia merasa terhina oleh keadaan. Gengsinya merasa hilang di depan warga dan centeng-centeng lainnya yang selama ini mengormatinya.

Tidak lama setelah Fifi hilang, kini giliran Tokoh Kita yang hilang. Dia pun menghilang tanpa jejak. Dan yang paling menghebohkan warga, Maria pun ikut menghilang. Semua warga dan kekuatan pun dikerahkan untuk menemukan Tokoh Kita dan Maria. Polisi pun terlibat dalam pencarian. Usaha mereka sia-sia lagi. Tokoh Kita dan Maria tidak mereka temukan. Warga pun putus asa. Lagi-lagi kejadian ini membuat Pak Centeng semakin malu dan terhina. Lagi-lagi usahanya gagal menemukan orang hilang.

Lama sudah ketiga tokoh itu hilang. Kembali kampung gelandangan hidup normal dan hampir melupakan ketiga tokoh itu. Tapi tiba-tiba Tokoh Kita muncul di kampung gelandangan. Hal ini membuat warga kaget dan senang, juga curiga. Kemana saja selama ini Tokoh Kita dan kini muncul tanpa Maria. Dia datang sendiri. Warga pun meminta penjelasan dan pertangungjawaban kepada Tokoh Kita tentang keberadaan Fifi dan Maria. Akhirnya Tokoh Kita menjelaskan bahwa Fifi sudah lama meninggal, dibunuh oleh Maria karena rasa cemburunya. Selanjutnya Maria menjadi warga sebuah biara untuk menebus segala dosanya. Dia ingin terlepas dari beban dosa dan beribadah kepada Tuhan. Dia betobat dan kembali ke jalan yang benar.

Kalau bagi warga lain, penjelasan Tokoh Kita membuat mereka senang. Tapi lain bagi Pak Centeng. Penjelasan tersebut membuat dia marah. Kemarahan dan kebencian Pak Centeng kepada Tokoh Kita yang lama dipendam justru muntah saat ini. Tanpa pikir panjang, Pak Centeng mencabut goloknya dan menebaskannya ke leher Tokoh Kita. Saking marahnya, Pak Centeng tidak menghiraukan peringatan polisi yang tepat datang saat itu. Polisi sambil menodongkan pistol, meminta Pak Centeng untuk menurunkan dan menyerahkan goloknya. Tapi Pak Centeng tidak Peduli. Akhirnya, pada saat bersamaan polisi pun menembakkan pistol ke kepala Pak Centeng. Kepala Tokoh Kita menggelinding terlepas dari badannya akibat tebasan golok Pak Centeng, tubuh Pak Centeng pun roboh akibat tembakan pistol polisi di kepalanya. Kedua tokoh itu mati akibat perbuatannya masing-masing. Yang mengherankan pada akhir cerita ini, Tokoh Kita dan Pak Centeng dikuburkan secara militer dan dihadiri para pejabat negara.
E.       Pesan/Amanat
1)      Sebesar apa pun kesalahan dan dosa manusia, Tuhan pasti memaafkan asal manusia itu mau mengakui dosa dan kesalahan serta bertobat kepada-Nya. Karena itu, bertobatlah sebelum ajal menjemput kita.
2)      Setiap perbuatan memiliki risiko dan harus dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, manusia harus berhati-hati dalam melakukan suatu perbuatan.
3)      Bersabar, bertawakal kepada Tuhan, dan berusahalah dengan tekun, jangan menyerah kepada keadaan, kepada kemiskinan karena hal itu hanya akan membuat diri kita sengsara.
4)      Jangan menaruh kemarahan, kebencian dan dendam terhadap sesama karena akan merugikan diri sendiri.
5)      Diskusikan atau musyawarahkan segala permasalahan dengan orang lain supaya mendapatkan jalan yang lebih baik.
      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar